Komunikasi memelihara dan menggerakkan kehidupan. Ia juga sebagai penggerak dan alat untuk menggambarkan aktivitas masyarakat dan peradaban; ia dapat mengubah insting menjadi inspirasi melalui berbagai proses dan sistem untuk bertanya, memerintah dan mengawasi; ia dapat menciptakan suatu tempat menyimpan ide bersama, memperkuat perasaan kebersamaan dengan tukar menukar berita dan mengubah pemikiran menjadi tindakan, yang menggambarkan setiap emosi dan kebutuhan mulai dari usaha mempertahankan hidup yang paling sederhana sampai dengan usaha manusia yang sangat ilmiah atau penghancuran. Komunikasi merupakan gabungan ilmu pengetahuan, organisasi dan kekuasaan yang berupa benang bermula dari ingatan manusia yang terawal sampai kepada aspirasi yang termulia dalam usaha yang terus-menerus menuju kehidupan yang lebih baik. Setelah dunia makin berkembang komunikasi menjadi lebih kompleks dan rumit  -dalam usaha membebaskan manusia dari kemiskinan, penindasan dan ketakutan dan mempersatukan manusia yang merasa senasib, sepenanggungan dan penuh pengertian. Tetapi sekarang ini kecuali apabila diadakan perubahan struktural, perkembangan komunikasi dan kemajuan teknologi tidak akan dapat dinikmati oleh sebagian besar penduduk dunia.

Sesuai dengan bawaannya yang mampu berkomunikasi, manusia dapat bertahan hidup sebagai makhluk karena ia mampu mengorganisasi, memperbaiki, mengembangkan dan meluaskan cara berkomunikasinya dan hal ini mempengaruhi evolusi fisiknya. Usaha manusia yang pertama adalah mengusahakan berita yang dapat dikirimnya dengan jelas dimengerti dan dapat disampaikan dalam bermacam cara; disamping itu ia harus mengembangkan kemampuan mengecek dan menginterpretasikan berita.

Sejak semula manusia berusaha memperbaiki kemampuannya menerima dan menyebarkan informasi tentang lingkungannya, disamping meningkatkan kecepatan, kejelasan dan macam cara pengiriman informasi. Hal ini diperlukan untuk meningkatkan kewaspadaan akan bahaya yang mengancam dan turut memikirkan bagaimana cara mengatasi bahaya.

Mulai dari cara yang paling sederhana yaitu dengan menggunakan suara dan gerakan tubuh, manusia dengan tak henti-hentinya mengembangkan cara penyampaian berita terutama yang non-verbal seperti musik dan tari, gendang, asap dan simbol grafis lainnya termasuk piktogram dan ideogram. Cara yang non-verbal itu penting, karena hal itu menghubungkan benda dengan ide yang abstrak. Komunikasi sangat penting, karena ia telah menempatkan manusia pada posisi yang lebih terhormat dari binatang, apalagi dengan perkembangan bahasa, yang telah memberi bobot kepada komunikasi dan yang memungkinkan pemakai menyatakan keinginannya dengan tepat dan terperinci. Sarana dan cara berkomunikasi ini dipergunakan serentak, dan sangat berharga bagi kelangsungan hidup seseorang sebagai anggota masyarakat yang beragam, dimana dibutuhkan tata cara pertukaran informasi antar individu dan bangsa.

Sebenarnya cara dan bentuk komunikasi yang diciptakan manusia akan terus berkembang. Isinyapun terus disempurnakan. Perbedaan bahasa muncul karena manusia hidup di daerah yang terpisah, apalagi bangsa dengan sistem ekonomi dan moral yang berbeda yang mempunyai budaya yang lain membutuhkan kosakata dan struktur bahasa yang berbeda pula. Tetapi didalam suatu bangsa pun kadang ada perbedaan, umpamanya antara penguasa dan rakyat, yang nampak pada perbedaan ungkapan dan kosakata, perbedaan arti atas satu kata yang sama, bahkan kadang ucapan dari jutaan orang tidak dimengerti oleh tetangganya, walaupun sudah ada hubungan sosial dan ekonomi. Bahasa yang maju dan rumit akan menyebabkan komunikais menjadi sukar, tetapi kesulitan tersebut justru dapat menjamin kelangsungan hak istimewanya.

Masa dulu, komunikasi merupakan bagian dari tradisi, peraturan upacara keagamaan, hal-hal tabu dan upacara keagamaan pada masyarakat tertentu; komunikasi sebagai bagian dari tradisi tersebut berbeda antara kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lain. Hasil penyelidikan terhadap komunikasi pada masyarakat tradisional pada jaman dahulu maupun yang masih ada pada masyarakat sekarang, menunjukkan bahwa komunikasi tradisional tersebut  terbentuk dengan berbagai cara yang mencakup kebudayaan, perundang-undangan, moral dan badan keagamaan.

Berangsur-angsur komunikasi melembaga dalam tradisi – akhirnya di masyarakat. Komunikasi perorangan dan komunikasi lembaga masyarakat ditanam dalam bentuk pemberitaan norma dan adat kebiasaan. Setelah komunikasi melembaga, muncul sosok profesional yang bertugas menjaga adat kebiasaan dan bertanggung jawab atas penyampaian pesan khusus, semisal penyair, kepala suku, pedagang keliling, penguasa lokasl dan sebagainya. Permulaan pelembagaan komunikasi bersamaan dengan pengembangan masyarakat yang makin kompleks yang mendorong perkembangan tersebut.

Jenis-Jenis Pengetahuan

Bagian utama menyatakan elemen dasar penelitian, tetapi menolak perbedaan yang penting. Tipe-tipe penelitian yang berbeda mengajukan pertanyaan yang berbeda, memakai metode pengamatan dan melahirkan bentuk teori yang berbeda pula. Metode-metode penelitian dapat dikelompokkan dalam 3 bentuk utama, yakni scientific, humanistic dan social scientific. Meskipun bentuk-bentuk ini memiliki elemen umum seperti yang pernah yang didiskusikan pada bagian sebelumnya, tetapi juga memiliki perbedaan-perbedaan yang pokok.

Scientific Scholarship

Sians seringkali diasosiasikan dengan objektifitas. Apakah sains benar-benar objektif ? jika objektifitas diartikan dengan ketidakpastian nilai, maka sains benar-benar tidak objektif. Tetapi, jika objektifitas diartikan standarisasi, sains termasuk objektif atau lebih tepatnya bertujuan untuk objektif. Para ilmuwan mencoba untuk melihat dunia dengan cara-cara yang semua pengamat –dengan memakai cara dan metode yang sama- akan memperoleh hasil yang sama. Pengulangan/replikasi atas studi akan menghasilkan hasil yang identik.

Standarisasi dan replikasi penting dalam sains karena ilmuwan berasumsi bahwa dunia memiliki bentuk yang bersifat dapat diamati dan mereka menganggap tugas merekalah sebagai pengamatnya. Dunia menyimpan penemuan-penemuan baru yang menunggu dan tujuan sains adalah mengamati dan menerangkan dunia seakurat mungkin. Sebab tidak ada cara yang tepat untuk mengetahui seberapa akurat pengamatan seseorang, para ilmuwan harus bersandar pada kesepakatan sesama pengamat. Inilah alasan mengapa objektifitas dan kemampuan replikasi sangat penting. Jika semua pengamat yang sudah mahir melaporkan hasil yang sama, kita dapat menjamin bahwa sebuah fenomena sudah diamat secara akurat. Disebabkan oleh keperluan khusus akan penemuan dunia yang dapat diketahui, metode ilmiah secara khusus cocok bagi masalah/persoalan-persoalan alam.

Humanistic Sscholarship

Sementara  sains diasosiasikan dengan objektifitas, humanistic diasosiasikan dengan subjektifitas. Jika sains bertujuan untuk menstandarisasi pengamatan, humanistik melahirkan individualitas yang kreatif. Jika tujuan sains untuk mengurangi perbedaan manusia dengan apa yang diamati, maka tujuan humanistis adalah untuk mengerti ‘respon subjektif individu. Sebagian besar pakar humanistik lebih tertarik pada kasus individual dibandingkan teori-teori umum.

Jika sains merupakan aktifitas ‘diluar’ maka humanistis menekankan hal-hal ‘didalam’. Sains berfokus pada dunia penemuan baru; humanistis berfokus pada penemuan orang. Sains mencari konsensus, humanitis mencari alternatif interpretasi. Pakar humanitis seringkali mengajukan klaim/pernyataan bahwa terdapat sebuah dunia yang bersifat ‘immutable’ (tidak dapat berubah) untuk ditemukan. Pengajaran humanistik cenderung untuk tidak memisahkan antara orang yang mengetahui dari apa yang diketahui. Posisi humanistik klasik  yaitu bahwa “siapa seseorang itu” berbeda dengan “apa yang orang lihat”. Dikarenakan adanya tekanan pada respon subjektif, humanistic scholarship khususnya cocok untuk masalah-masalah seni, pengalaman personal dan nilai-nilai.

Sains dan humanistik tidak berbeda jauh meski tidak pernah bisa bertemu. Beberapa program riset pada umumnya dan bangunan-bangunan teori memasukkan beberapa aspek baik yang ada pada scientific maupun pada humanistic scholarship. Pada suatu saat, ilmuwan bersifat humanis dengan menggunakan intuisi, kreativitas, interpretasi dan pengamatan mendalam. Ironisnya, ilmuwan juga harus bersifat subjektif dan menciptakan metode-metode yang akan dipakai pada observasi yang objektif, membuat  disain riset yang kreatif. Pada saat yang lain, humanis juga begitu, harus bersifat ilmiah, mencari fakta yang memungkinkan pengalaman dapat dimengerti seperti yang dapat dilihat pada bagian berikutnya, poin dimana sains berkiprah dan humanisitik memulai tidak selalu jelas.

Kasus Khusus dalam Ilmu Sosial

Bentuk ketiga dari ilmu pengetahuan adalah ilmu sosial. Meskipun beberapa ilmuwan sosial melihatnya sebagai sebuah perluasan dari ilmu alam, penggunaan metode-metodenya dipinjam dari fisika, tetapi ilmu sosial merupakan dunia tersendiri. Paradoksnya, hal tersebut memasukkan elemen-elemen baik dari sains maupun humanistik, meskipun tetap berbeda dari keduanya.

Dalam pencarian untuk mengamati dan menginterpretasikan pola-pola dari perilaku manusia, Sarjana sosial menjadikan manusia sebagai obyek studi. Untuk mengerti perilaku manusia adalah dengan mengamatinya. Jika pola-pola perilaku bekerja dalam fakta-fakta yang ada maka observasi haruslah seobjektif mungkin. Dengan kata lain, ilmuwan sosial, seperti juga ilmuwan ilmu alam- harus membangun konsensus terhadap apa yang diamati. Ketika fenomena perilaku diamati secara akurat, mereka harus sekaligus dijelaskan dan diinterpretasikan.

Penginterpretasian mungkin terpengaruh oleh fakta bahwa obyek yang diamati dan subyek manusia itu sendiri adalah sesuatu yang aktif. Tidak seperti obyek dalam dunia alam, subyek manusia memungkinkan untuk memiliki pengetahuan, untuk mengemban nilai-nilai, membuat interpretasi dan mengambil tindakan. Dapatkah keterangan ‘scientifik’ atas perilaku manusia berlaku tanpa mempertimbangkan pengetahuan ‘humanistis’ atas diri yang diobservasi ? pertanyaan ini merupakan isu filosofi yang sentral dari ilmu sosial. Ini merupakan pertanyaan yang terpengaruh pertimbangan pernyataan dan debat yang telah melahirkan krisis identitas dalam keilmuan sosial.

Kontroversi tentang penelitian alam terhadap kehidupan manusia sudah umum dalam ilmu sosial. Dalam tahun-tahun sebelumnya, mayoritas ilmuwan sosial percaya bahwa metode ilmu pengetahuan adalah satu-satunya yang akan membongkar selubung misteri pengalaman manusia yang diketahui. Hari ini, beberapa sudah merealisasikan bahwa meski metode ilmu pengetahuan merupakan aspek penting, sebuah elemen humanistik yang kuat diperlukan juga. Spesifikasinya, respon subjektif individu harus dipertimbangkan dalam hal bagaimana masyarakat berpikir dan mengevaluasi.



Tinggalkan komentar